Labuh Sesaji Gunung Kombang ke-116 di Pantai Ngliyep

Krisnanewstv.com // Malang — Tradisi sakral Labuh Sesaji Gunung Kombang kembali digelar untuk ke-116 kalinya di Pantai Ngliyep, Desa Kedungsalam, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang. Minggu (7/9/2025)
Prosesi adat ini merupakan warisan budaya spiritual masyarakat setempat yang telah berlangsung sejak tahun 1910-an, sebagai bentuk syukur dan permohonan keselamatan kepada Sang Pencipta melalui sesaji di laut dan Gunung Kombang.
Rangkaian acara dimulai dari Rumah Lumbung di Dusun Krajan RT 21/04, Desa Kedungsalam, sebagai titik awal persiapan sesaji.
Acara ini dihadiri oleh berbagai tokoh penting, di antaranya:
- Forkompinda Kabupaten Malang
- Perwakilan Bupati dari Dinas Pariwisata
- Camat Donomulyo
- Polsek dan Koramil setempat
- Komandan Radar 221
- Kepala Desa Kedungsalam, Misdi
- Panitia pelaksana dan masyarakat dari berbagai daerah seperti Yogyakarta, Tenger, Blitar, Kepanjen, dan Malang Raya

Ketua Panitia, Didik, menyampaikan rasa syukur atas kelancaran acara dan antusiasme masyarakat.
Perwakilan dari Dinas Pariwisata turut mengapresiasi pelestarian budaya ini sebagai aset pariwisata spiritual yang unik dan bernilai tinggi.
Kepala Desa Kedungsalam, Misdi, dalam sambutannya mengangkat kembali kisah mistis yang melatarbelakangi tradisi ini. Ia menceritakan legenda Eyang Talib, tokoh pembabat alas dari Mataram yang menjadi kepala desa pertama.
Pada tahun 1913, desa Kedungsalam dilanda wabah misterius yang disebut “penyakit pagebluk”, yang menyebabkan kematian mendadak. Dalam pencarian solusi, Eyang Talib bersama saudaranya, Eyang Atun dari Dusun Wotgali Rejoyoso, melakukan semedi di pesisir Ngliyep dan mendapat petunjuk untuk melakukan sesaji di Gunung Kombang dan sedekah laut.

Nilai Mistis dan Pantangan
Tradisi ini juga sarat dengan pantangan dan nilai spiritual. Salah satunya adalah larangan bagi perempuan untuk memasak makanan sesaji—semua harus disiapkan oleh laki-laki. Cerita-cerita mistis lainnya masih hidup dan berkembang di tengah masyarakat Kedungsalam, menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya mereka.
Labuh Sesaji Gunung Kombang bukan sekadar ritual, melainkan simbol harmoni antara manusia dan alam, serta wujud pelestarian nilai-nilai leluhur. Pemerintah daerah dan masyarakat berharap tradisi ini terus dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang.
(dwi)